Berbagi pengalaman...
sebagai seorang anak kita pasti menuntut banyak hal dari orang tua kita tanpa berpikir apakah keinginan kita menyenangkan atau bahkan menyakiti hati kedua orang tua kita. Meskipun begitu orang tua kita senantiasa menuruti keinginan anaknya. anak itu egois terhadap orang tuanya menganggap bahwa keputusan yang diambilnya adalah keputusan yang tepat tanpa memikirkan mereka. Saya sekarang sadar bahwa sikap dan tindakan yang selama ini saya lakukan adalah salah. Betapa sedihnya hati ini ketika mengenang semua kesalahan yang telah dilakukan. Dalam hati kecil ini berkata, "apa yang bisa dilakukan oleh anak yang menganggap dirinya selau benar ini untuk kebahagiaan kedua orang tuanya nanti?". sedihnya hati ketika melihat kepedihan kedua orang tua kita dan kita tidak dapat melakukan apa-apa.
Dulu saya sangat memaksakan kehendak ini kepada kedua orang tua saya hingga saya harus membantah mereka. keinginan saya sangat keras. saya seperti orang kerasukan pada waktu itu tapi mereka tetap kuat menghadapi saya. saya sungguh menyesal telah membuat mereka meneteskan air mata atas sikap saya yang keterlaluan. saya mempunyai keinginan membuat mereka bahagia tapi mengapa waktu itu saya membuat mereka menangis. saya berpikir saya anak yang kejam. setelah pemberontakan saya yang kuat atas keinginan saya itu, saya terpuruk dan jatuh. keinginan saya itu tidak dapat terkabul. keinginan saya itu ingin masuk PTN Sumatera Utara yang telah berhasil saya tembus. saya tinggal selangkah lagi untuk masuk PTN Sumatera Utara itu. Tapi apa daya dan memang bukan takdir saya di sana. Saya pun harus mengikuti keinginan orang tua saya untuk mencoba di Suatu Akademi pendidikan. sebagai anak yang masih labil jiwanya, pasti sungguh kecewa tidak bisa masuk sana.
Pikiran saya saat itu masuk sekolah bergengsi itu bisa mengangkat status sosial dan dikenal orang. Saya tidak berpikir ke depannya saya akan jadi apa. apa bisa memenuhi keinginan di lapangan kerja. Saya ikuti keinginan mereka dan saya berhasil lolos di sekolah Akademik itu. sejak saat itu saya ikuti alur kehidupan ini yang telah membawa saya. Seperti sungai yang membawa sebuah daun. Daun itu adalah saya yang terus berjalan mengikuti alur sungai. sungai itu akan terus mengalir membawa daun itu ke peristirahatan terakhir. ketika beruntung daun itu akan terus berjalan mengikuti arus tapi ketika tidak beruntung (cobaan) daun itu berhenti atau terhalang sebuah batu sungai sehingga perjalanannnya berhenti dan akan berjalan lagi jika sungai terus mendorong untuk jauh dari batu itu. jika batu itu besar daun itu akan lama terhalang di san tapi jika batu itu kecil maka daun itu akan mudah lewat dari batu tersebut. begitulah kehidupan Saya ibaratkan. Saya akan ikuti arus air itu, saya akan mantap dtempat jika saya tidak bisa menyelesaikan masalah yang datang. setelah masalah itu pergi dan terselesaikan saya akan berjalan lg menyusuri setiap kehidupan. Tanpa saya sadari, ternyata keinginan kedua orang tua saya untuk masuk ke Sekolah Akademik ini adalah yang terbaik.
Saya mendapat kemudahan selama saya sekolah d sini mungkin ini berkat restu kedua orang, ridho kedua orang tua. Sekarang saya terus mengikuti keinginan kedua saya karena saya ingin selalu mendapatkan restu dari kedua orang tua saya agar semua pekerjaan yang saya lakukan juga di ridoi oleh Allah SWT. Saya tidak ingin menyakiti mereka lagi. saya hanya ingin membuat mereka tertawa dan bangga dengan anaknya yang telah membuat mereka menangis.
untuk rekan-rekan sekalian, keinginan kedua orang tua untuk anaknya adalah yang terbaik. mereka tidak akan menjerumuskan kita ke dalam jurang. mereka juga pasti menginginkan yang terbaik untuk anaknya. hanya kita saja yang egois yang menganggap mereka tidak tahu apa-apa. Ingatlah mereka lebih mengetahui daripada kita karena pengalaman mereka lebih banyak dari kita. percayalah akan datang setiap kemudahan dalam setiap kesulitan yang kau alami karena orang tua kita akan selalu ada untuk kita ketika kita terjatuh. kesuksesan itu akan datang dengan sendirinya jika kita terus berjuang dan semangat untuk belajar. belajar dari pengalaman sendiri itu lebih baik dari pengalaman orang lain. jadi jangan terjatuh pada lubang yang sama. introspeksi diri sendiri saja sekarang jangan mencari kelemahan dan kesalahan orang lain. jika kita tidak bisa bicara lebih baik diam. "Sekarang untuk rekan-rekan percayalah pada kemampuan kalian sendiri karena kita mempunyai kemampuan yang berbeda-beda". jangan memaksakan diri jika kita tidak bisa melakukan seperti yang orang lain lakukan. tapi jangan malas dan hanya bisa tergantung dengan orang lain. OKEY
01 April 2012
Imelda Damayanti Susandi
Minggu, 01 April 2012
Sabtu, 31 Maret 2012
PERANAN BAHASA DALAM PENGEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Agaknya
pemahaman, penghayatan, dan penghargaan kita terhadap bahasa nasional dan
negara sendiri belum tumbuh secara maksimal dan proporsional. Padahal, tak
henti-hentinya pemerintah menganjurkan untuk menggunakan bahasa Indonesia dengan
kaidah yang baik dan benar. Setelah kaidah bahasa Indonesia oleh beberapa oknum
pejabat Orde Baru dirusak dengan merubah akhiran "kan" menjadi
"ken". Bahasa Indonesia memegang peranan penting dalam membangun
manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan sumber daya manusia yang relevan
dengan perkembangan zaman. Karena itu, peningkatan pendidikan bahasa Indonesia
di sekolah-sekolah perlu dilakukan melalui peningkatan kemampuan akademik para
pengajarnya.
Fungsi
mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia adalah sebagai sarana pengembangan
penalaran. Pembelajaran bahasa Indonesia selain untuk meningkatkan keterampilan
berbahasa, juga untuk meningkatkan kemampuan berpikir, bernalar, dan kemampuan
memperluas wawasan. Peningkatan fungsi bahasa Indonesia sebagai sarana keilmuan
perlu terus dilakukan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Seirama dengan ini, peningkatan mutu pengajaran bahasa Indonesia di
sekolah perlu terus dilakukan.
Dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia
sudah berusia 79 tahun. Jika dianalogikan dengan kehidupan manusia, dalam
rentang usia tersebut idealnya sudah mampu mencapai tingkat kematangan dan
kesempurnaan, sebab sudah banyak merasakan lika-liku dan pahit-getirnya
perjalanan sejarah.
Untuk
menggetarkan gaung penggunaan bahasa Indonesia dengan baik dan benar,
pemerintah telah menempuh politik kebahasaan, dengan menetapkan bulan Oktober
sebagai Bulan Bahasa. Namun,
seiring dengan bertambahnya usia, bahasa Indonesia justru dihadang banyak
masalah. Pertanyaan bernada pesimis justru bermunculan. Mampukah bahasa
Indonesia menjadi bahasa budaya dan bahasa Iptek yang berwibawa dan punya
prestise tersendiri di tengah-tengah dahsyatnya arus globalisasi? Mampukah
bahasa Indonesia bersikap luwes dan terbuka dalam mengikuti derap peradaban
yang terus gencar menawarkan perubahan dan dinamika? Masih setia dan banggakah
para penuturnya dalam menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa komunikasi
yang efektif di tengah-tengah perubahan dan dinamika itu? Jika kita melihat kenyataan di
lapangan, secara jujur harus diakui, bahasa Indonesia belum difungsikan secara
baik dan benar. Para penuturnya masih dihinggapi sikap inferior (rendah diri)
sehingga merasa lebih modern, terhormat, dan terpelajar jika dalam peristiwa
tutur sehari-hari, baik dalam ragam lisan maupun tulis, menyelipkan setumpuk istilah
asing, padahal sudah ada padanannya dalam bahasa Indonesia. Akan tetapi, beberapa kaidah yang
telah dikodifikasi dengan susah-payah tampaknya belum banyak mendapatkan
perhatian masyarakat luas. Akibatnya bisa ditebak, pemakaian bahasa Indonesia
bermutu rendah: kalimatnya rancu dan kacau, kosakatanya payah, dan secara
semantik sulit dipahami maknanya. Anjuran untuk menggunakan bahasa Indonesia
dengan baik dan benar seolah-olah hanya bersifat sloganistis, tanpa tindakan
nyata dari penuturnya (Sawali Tuhusetya, 2007). Melihat persoalan di atas, tidak ada
kata lain, kecuali menegaskan kembali pentingnya pemakaian bahasa Indonesia
dengan kaidah yang baik dan benar. Hal ini dapat dimulai dari diri sendiri juga
perlu didukung oleh pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah.
Pembelajaran
bahasa Indonesia tidak lepas dari belajar membaca, menulis, menyimak,
berbicara, dan kemampuan bersastra. Aktivitas membaca merupakan awal dari
setiap pembelajaran bahasa. Dengan membaca, siswa dilatih mengingat, memahami
isi bacaan, meneliti kata-kata istilah dan memaknainya. Selain itu, siswa juga
akan menemukan informasi yang belum diketahuinya. Dari hasil membaca, siswa
dilatih berbicara, bercerita dan mampu mengungkapkan pendapat juga membuat
kesimpulan. Dengan
menulis, siswa dapat merefleksikan hasil bacaan dan pengamatannya. Dengan
menyimak, siswa dapat mengkomparasikan pengetahuannya dengan berbagai hal yang
disimak. Dengan berbicara, siswa dapat mengaktualisasikan pengetahuannya dalam
bentuk komunikasi dengan orang lain. Dengan kemampuan bersastra, siswa dapat
menampilkan nilai estetis dari bahasa, baik lisan maupun tulisan. Untuk menopang semua itu, guru
bahasa Indonesia harus dapat memotivasi siswa agar rajin membaca, termasuk
membaca surat kabar.
Dengan
membaca surat kabar, mereka mampu beropini, baik di kelas pada waktu belajar
atau melalui majalah dinding (mading) yang ada di sekolahnya. Selanjutnya,
siswa pun mampu beropini melalui media cetak. Saat ini media yang khusus untuk
bacaan pelajar memang masih sangat sedikit, karena surat kabar terlalu
didominasi media cetak hiburan.
Dengan membaca surat kabar setiap hari, ilmu pengetahuan
siswa akan bertambah. Tanpa disadari sebenarnya mereka juga sedang belajar
bahasa Indonesia. Setelah gemar membaca, siswa juga perlu dimotivasi untuk hobi
menulis, menyimak, berkomunikasi dan bersastra. Guru akan merasa bangga kalau
memiliki siswa yang berani mengungkapkan pendapat dengan bahasa yang santun dan
logis.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Peranan Bahasa Indonesia
terhadap Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Bahasa merupakan alat komunikasi
antara yang satu dengan yang lain. Dengan bahasa semua hal dapat dimengerti
maksud dan tujuan tertentu. Selain itu bahasa juga digunakan untuk menyampaikan
sesuatu hal, gagasan (pendapat), ide kepada orang lain agar bisa memahami apa
yang kita inginkan. Menurut Sunaryo (2000 : 6), tanpa adanya bahasa (termasuk
bahasa Indonesia) IPTEK tidak dapat tumbuh dan berkembang. Selain itu bahasa
Indonesia di dalam struktur budaya, ternyata memiliki kedudukan, fungsi, dan
peran ganda, yaitu sebagai akar dan produk budaya yang sekaligus berfungsi
sebagai sarana berpikir dan sarana pendukung pertumbuhan dan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Tanpa peran bahasa serupa itu, ilmu pengetahuan dan
teknologi tidak akan dapat berkembang. Implikasinya di dalam pengembangan daya
nalar, menjadikan bahasa sebagai prasarana berpikir modern. Oleh karena itu,
jika cermat dalam menggunakan bahasa, kita akan cermat pula dalam berpikir
karena bahasa merupakan cermin dari daya nalar (pikiran).
Bahasa Indonesia memiliki dua kedudukan yaitu sebagai bahasa nasional dan sebagai bahasa negara sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945. Selain itu bahasa Indonesia juga mempunyai empat fungsi sebagai berikut :
Bahasa Indonesia memiliki dua kedudukan yaitu sebagai bahasa nasional dan sebagai bahasa negara sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945. Selain itu bahasa Indonesia juga mempunyai empat fungsi sebagai berikut :
1. Sebagai lambang kebangsaan negara;
2. Lambang identitas negara;
3. Alat penghubung antarwarga, antardaerah, antarbudaya;
4. Alat yang menyatukan berbagai suku bangsa dengan latar belakang sosial budaya yang berbeda.
Bahasa Indonesia juga digunakan sebagai alat pengembangan
kebudayaan nasional, ilmu pengetahuan dan teknologi. Bahasa Indonesia merupakan
alat yang digunakan sebagai bahasa media massa untuk menunjang perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi. Bahasa Indonesia yang benar adalah bahasa yang
menerapkan kaidah dengan konsisten. Sedangkan bahasa yang baik adalah bahasa
yang mempunyai nilai rasa yang tepat dan sesuai dengan situasi pemakaiannnya.
Penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar akan menghasilkan pemikiran
yang baik dan benar pula. Kenyataan bahwa bahasa Indonesia sebagai wujud
identitas bahasa Indonesia menjadi sarana komunikasi di dalam masyarakat
modern. Bahasa Indonesia bersikap terbuka sehingga mampu mengembangkan dan
menjalankan fungsinya sebagai sarana komunikasi masyarakat modern.
Semakin berkembangnya teknologi di dalam kehidupan kita akan berdampak juga pada perkembangan dan pertumbuhan bahasa sebagai sarana pendukung pertumbuhan dan perkembangan budaya, ilmu pengetahuan dan teknologi. Di dalam era globalisasi itu, bangsa Indonesia harus ikut berperan di dalam dunia persaingan bebas, baik di bidang politik, ekonomi, maupun komunikasi. Konsep-konsep dan istilah baru di dalam pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) secara tidak langsung memperkaya khasanah bahasa Indonesia. Dengan demikian, semua produk budaya akan tumbuh dan berkembang pula sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi itu, termasuk bahasa Indonesia, sekaligus berperan sebagai prasarana berpikir dan sarana pendukung pertumbuhan dan perkembangan IPTEK itu.
Semakin berkembangnya teknologi di dalam kehidupan kita akan berdampak juga pada perkembangan dan pertumbuhan bahasa sebagai sarana pendukung pertumbuhan dan perkembangan budaya, ilmu pengetahuan dan teknologi. Di dalam era globalisasi itu, bangsa Indonesia harus ikut berperan di dalam dunia persaingan bebas, baik di bidang politik, ekonomi, maupun komunikasi. Konsep-konsep dan istilah baru di dalam pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) secara tidak langsung memperkaya khasanah bahasa Indonesia. Dengan demikian, semua produk budaya akan tumbuh dan berkembang pula sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi itu, termasuk bahasa Indonesia, sekaligus berperan sebagai prasarana berpikir dan sarana pendukung pertumbuhan dan perkembangan IPTEK itu.
Dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang cepat
dapat membuat pergeseran pada bahasa Indonesia. Apalagi biasanya teknologi
informasi (TI) banyak yang menggunakan bahasa Inggris sebagai pengantar
pemrograman. Dalam penerapannya teknologi informasi jarang yang menggunakan
bahasa Indonesia sebagai bahasa komunikasi. Ini menyebabkan peralihan dari
bahasa Indonesia sebagai bahasa negara menjadi bahasa Inggris yang merupakan bahasa
Internasional. Dilihat dari realitas ini menyebabkan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi membawa dampak yang positif dan negatif.
2.2 Bahasa Indonesia dalam ilmu pengetahuan dan
teknologi
Bahasa Indonesia berfungsi sebagai bahasa pendukung ilmu
pengetahuan dan teknologi modern untuk kepentingan nasional kita. Bahasa adalah
kunci untuk membuka khasanah pengetahuan. Dalam buku ilmu pengetahuan terdapat
ilmu pengetahuan dan teknologi dari berbagai disiplin ilmu. Dengan bahasalah,
kita dapat menguasai ilmu tersebut. Seperti
kita ketahui bahwa ilmu pengetahuan di Indonesia masih tertinggal jika
dibandingkan dengan di negara-negara maju seperti Negara-negara di Eropa dan
Amerika. Perkembangan bahasa Inggris seimbang dengan ilmu pengetahuannya. Hal
tersebut karena buku-buku yang dipergunakan untuk memperkenalkan ilmu
pengetahuan dan teknologi berbahasa Inggris. Keadaan tersebut tidak sebaik pada
bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia selalu ketinggalan, perkembangannya tak
selaju perkembangan budaya bangsanya. Oleh sebab itu, walaupun bahasa Indonesia
sudah berperan sebagai alat persatuan tetapi belum dapat berperan sebagai
pengantar ilmu pengetahuan.
Upaya apa yang harus kita lakukan untuk menjawab tantangan
tersebut. Pertama kita harus membiasakan sikap ilmiah dengan cara melengkapi
buku-buku ilmiah sebagai salah satu syarat. Menurut Halim (dalam Bakry,
1981:179) kesalahan tersebut bukan karena ketidakmampuan bahasa Indonesia
sebagai pengantar ilmu pengetahuan, tetapi karena kekurangan bahasa Indonesia dalam
hal peristilahan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sekarang ini Pusat Bahasa
masih memberlakukan upaya untuk menciptakan istilah-istilah baru untuk bidang
ilmu pengetahuan dan teknologi.
Usaha lain yang harus dilakukan untuk mengembangkan ilmu
pengetahuan dan teknologi adalah dengan cara harus menerjemahkan semua buku
ilmu pengetahuan di dunia ini ke dalam bahasa Indonesia. Dengan adanya
informasi ilmiah pengetahuan yang berarti meningkatkan mutu bahasa Indonesia
sebagai bahasa Ilmiah.
Derasnya arus globalisasi di dalam kehidupan kita akan berdampak
pula pada perkembangan dan pertumbuhan bahasa sebagai sarana pendukung
pertumbuhan dan perkembangan budaya, ilmu pengetahuan dan teknologi. Di dalam era globalisasi itu, bangsa Indonesia mau tidak
mau harus ikut berperan di dalam dunia persaingan bebas, baik di bidang
politik, ekonomi, maupun komunikasi. Konsep-konsep dan istilah baru di dalam
pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) secara
tidak langsung memperkaya khasanah bahasa Indonesia. Dengan demikian, semua
produk budaya akan tumbuh dan berkembang pula sesuai dengan pertumbuhan dan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi itu, termasuk bahasa Indonesia,
yang dalam itu, sekaligus berperan sebagai prasarana berpikir dan sarana
pendukung pertumbuhan dan perkembangan iptek itu (Sunaryo, 1993, 1995).
Hasil pendayagunaan daya nalar itu sangat bergantung pada ragam
bahasa yang digunakan. Pembiasaan penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan
benar akan menghasilkan buah pemikiran yang baik dan benar pula. Kenyataan
bahwa bahasa Indonesia sebagai wujud identitas bahasa Indonesia menjadi sarana
komunikasi di dalam masyarakat modern. Bahasa Indonesia bersikap luwes sehingga
mampu menjalankan fungsinya sebagai sarana komunikasi masyarakat modern. Jadi bahasa indonesia merupakan salah satu aspek yang penting
dalam kehidupan bermasyarakat, bahasa indonesia lah yang menyatukan bangsa
indonesia yang beragama suku dan budaya.
2. 3 Bahasa Indonesia
sebagai Sarana Pengembangan IPTEK
Ditinjau dari segi usia, bahasa Indonesia
merupakan bahasa yang masih muda. Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional baru
pada tahun 1928 yang ditandai dengan lahirnya Sumpah Pemuda pada tanggal 28
Oktober 1928. sejak itu pula nama Indonesia dipakai sebagai nama tersebut, yang
sebelumnya dikenal dengan bahasa Melayu. Setelah Indonesia merdeka, bahasa
Indonesia itu dijadikan bahasa negara, seperti dapat dibaca pada Undang-Undang
Dasar 1945, pasal 36. ini berarti bahwa, sebagai bahasa negara bahasa Indonesia
baru lahir pada tahun 1945, bersamaan dengan disahkannya Undang-Undang Dasar
1945.
Suatu kenyataan bahwa ilmu pengetahuan
dan teknologi di negara kita ini, sedang mengalami perkembangan yang sangat
pesat. Kepesatan perkembangannya, perlu diimbangi oleh bahasa yang mampu
mewadahinya serta yang mampu meneruskan ilmu pengetahuan dan teknologi ini,
baik secara horisontal (kepada generasi yang sama), maupun secara vertikal
(kepada generasi yang akan datang).
Untuk itu, pada perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi, untuk bahan pembahasan seyogyanya ditulis dengan
gaya karya ilmiah, atau ilmiah populer. Penyajian karya ilmiah populer tidak
memerlukan skemata atau pengetahuan yang rumit tentang segala sesuatu yang
dibahas. Ilmu pengetahuan dan teknologi dapat disajikan dengan bahasa yang
jelas, dengan mempergunakan istilah yang lazim digunakan dalam masyarakat umum.
Nadanya informatif, diselingin banyak humor agar menarik bagi pembaca.
Orang awam biasanya tidak tertarik kepada
istilah yang terlalu khusus dan terdengar aneh. Mareka ingin sesuatu yang
biasa-biasa saja, yang sudah ada di dalam masyarakat. Apabila di dalam
masyarakat ada istilah yang dapat dipergunakan untuk merujuk pada suatu konsep
tentang pengetahuan dan teknologi, maka hendaklah istilah itu dipakai. Apabila
tidak ada istilah yang sesuai dengan konsep itu, maka hendaklah mengambil
istilah yang sudah ada, yang maknanya hampir sama atau mendekati istilah yang
dimaksud.
Penggunaan istilah baru sebagai pengganti
istilah asing, memang seyogyanya mendapatkan perhatian khusus dari para penulis
karangan ilmiah. Namun pengembangan penggunaan selanjutnya sangat bergantung
kepada keberanian istilah baru itu dalam masyarakat. Kata canggih misalnya,
kini sudah memasyarakat dengan baik. Salah satu alasannya mungkin karena kata
sophisticated yang semula dipergunakan sebelum kata ”canggih” dilakukan, belum
begitu banyak dipergunakan oleh penulis ilmu pengetahuan dan teknologi.
Kata-kata politik, sukses, dan stop,
misalnya sudah merupakan kata serapan yang sangat mapan. Namun kata baru yang
berasal dari kata-kata tersebut tidak semuanya mendapat penerimaan yang sama di
kalangan masyarakat. Kata menyetop sudah lazim digunakan secara umum, demikian
juga kata memolitikkan. Namun kata menyukseskan masih bersaing dengan kata
mensukseskan tanpa ada tanda-tanda yang mana yang akan tersingkir, seperti
hanya dengan kata mempolitikkan.
Begitu pula dengan kecendrungan sementara
orang untuk menggunakan istilah-istilah yang kurang cocok untuk karangan
ilmiah, seperti penggunaan akhiran –an, untuk kata apa, dan cepat juga dapat
dihilangkan. Dalam bahasan Indonesia, untuk bidang ilmu
pengetahuan dan teknologi, telah tumbuh peristilahan, ungkapan dan semantik.
Menciptakan istilah mengharuskan penghayatan ilmu yang bersangkutan dan
pemahaman bahasa yang secukupnya. Di sini kita temukan perpaduan antara cara
cipta dan cita rasa. Ada banyak istilah yang kita ciptakan hanya dengan
membubuhkan awalan dan akhiran. Kata larut misalnya, dapat kita turunkan menjadi
melarut, larutan, pelarut, pelarutan, dan kelarutan. Kita pun dapat menggali
dari khasanah bahasa Indonesia. Sebagai contoh, kita sudah lama tidak mempunyai
istilah untuk padanan kata steady flow, tetapi kita sekarang dapat
mengindonesiakannya menjadi aliran lunak. Penggunaan dari bahasa Inggris to
sense kini banyak yang dihubungkan dengan teknologi mutakhir, yaitu cara
merekam permukaan bumi dari setelit. Untuk itu, kini kita gunakan mengindera
dan selain itu dapat pula kita turunkan seperangkat kata, seperti
pengeinderaan, penginderaan jauh, teknik pengeinderaan dan pengindera.
Bentuk lain, penuturan bahasan
Indonesia sebagai bahasa IPTEK, yang merupakan padanan dari bahasa asing,
misalnya kata engineering dapat dipadankan dengan kata rekayasa. Dari kata
rekayasa dapat diciptakan kata perekayasaan, merekayasa, teknik merekayasa,
rekayasa genetika, dan sebagainya. Belakangan ini ada anggapan dari kebanyakan
orang, bahwa bahasa Indonesia tidak dapat diringkas. berdasarkan penelitian dan
pengamatan yang dilakukan oleh Purwo Hadijojo, yang difokuskan pada
perbandingan judul karya ilmiah dalam bahasa Inggris Ground Water for
Irrigation dalam bahasa Indonesia dapat diterjemahkan dengan jumlah kata yang
relatif sama, yaitu air tanah untuk irigasi, ada juga judul karya ilmiah dari
bahasa Inggris yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia yang lebih pendek,
yaitu The Economic Value of Ground Water dalam bahasa Indonesia Nilai Ekonomi
Air Tanah. Namun demikian, ada juga yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia
yang lebih panjang Modern well Design dalam bahasa Indonesia Perencanaan sumur
Bor Masa Kini. Berdasarkan uraian di atas dapat
disimpulkan, bahwa bahasa Indonesia memiliki kemampuan yang sama dengan bahasa
lainnya dalam memasyarakatkan IPTEK.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Tanpa adanya bahasa (termasuk bahasa Indonesia) IPTEK tidak dapat
tumbuh dan berkembang. Selain itu bahasa Indonesia di dalam struktur budaya,
ternyata memiliki kedudukan, fungsi, dan peran ganda, yaitu sebagai akar dan
produk budaya yang sekaligus berfungsi sebagai sarana berpikir dan sarana
pendukung pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Tanpa
peran bahasa serupa itu, ilmu pengetahuan dan teknologi tidak akan dapat
berkembang. Implikasinya di dalam pengembangan daya nalar, menjadikan bahasa
sebagai prasarana berpikir modern. Oleh karena itu, jika cermat dalam
menggunakan bahasa, kita akan cermat pula dalam berpikir karena bahasa
merupakan cermin dari daya nalar (pikiran).
DAFTAR PUSTAKA
Andriawan, Krispratomo. 2010. Peran Bahasa Indonesia dalam IPTEK. (online).
Tersedia : http://criz-scania.blogspot.com/2010/11/bahasa-indonesia-dalam-ilmu-pengetahuan.html
(02 Maret 2012)
Indriana, Dewi Nur. 2010. Peranan Bahasa Indonesia dalam Pengembangan
ilmu Pengetahuan dan Teknologi. (online). Tersedia : http://ghembiel09.blogspot.com/2010/11/peranan-bahasa-indonesia-dalam.html
(02 Maret 2012)
Meriyanti S., Ezra. 2010. Bahasa Indonesia dan Peranannya dalam IPTEK. (online). Tersedia : http://ezrameriyanti88.blogspot.com/2010/11/bahasa-indonesia-dan-peranannya-dalam.html (02 Maret 2012)
Rouf, Abd. 2011. Eksistensi Bahasa Indonesia di
Era Global. (online). Tersedia : http://www.mtsppiu.sch.id/bahasa-indonesia/eksistensi-bahasa-indonesia-era-global (02 Maret 2012)
Zaman, Saefu.
2012. Pentingnya Bahasa Indonesia Bagi
Persatuan Bangsa Indonesia. (online). Tersedia : http://www.situsbahasa.info/2012/01/pentingnya-bahasa-indonesia-bagi.html
(02 Maret 2012)
Jumat, 30 Maret 2012
MODEL PRAKTEK KEPERAWATAN PROFESIONAL (MPKP)
MODEL PRAKTEK KEPERAWATAN PROFESIONAL (MPKP)
A. PENGERTIAN
Model praktik keperawatan adalah diskripsi atau gambaran dari praktik
keperawatan yang nyata dan akurat berdasarkan kepada filosofi, konsep dan teori
keperawatan.Era globalisasi dan perkembangan ilmu dan teknologi kesehatan
menuntut perawat, sebagai suatu profesi, memberi pelayanan kesehatan yang
optimal. Indonesia juga berupaya mengembangkan model praktik keperawatan
profesional (MPKP).TUJUAN MODEL KEPERAWATAN
1.Menjaga konsistensi asuhan keperawatan
2.Mengurangi konflik, tumpang tindih dan kekosongan pelaksanaan asuhan keperawatan oleh tim keperawata.
3.Menciptakan kemandirian dalam memberikan asuhan keperawatan.
4.Memberikan pedoman dalam menentukan kebijaksanaan dan keputusan.
5.Menjelaskan dengan tegas ruang lingkup dan tujuan asuhan keperawatan bagi setiap anggota tim keperawatan.
Ada lima komponen MPKP :
1. Nilai
professional
2. Pendekatan
manajemen
3. Metode
pemberian asuhan keperawatan
4. Hubungan
professional
5. System
penghargaan dan kompensasi
B.
MACAM METODE PENUGASAN DALAM KEPERAWATAN
Dalam pelaksanaan praktek keperawatan, akan selalu menggunakan salah satu
metode pendekatan di bawah ini :1. Metode fungsional.
Yaitu pengorganisasian tugas pelayanan keperawatan yang didasarkan kepada pembagian tugas menurut jenis pekerjaan yang dilakukan. Metode ini dibagi menjadi beberapa bagian dan tenaga ditugaskan pada bagian tersebut secara umum, sebagai berikut :
a. Kepala Ruangan, tugasnya :
Merencanakan pekeriaan, menentukan kebutuhan perawatan pasein, membuat penugasan, melakulan supervisi, menerima instruksi dokter.
b. Perawat staf, tugasnya :
- Melakukan askep langsung pada pasien
- Membantu supervisi askep yang diberikan oleh pembantu tenaga keperawatan
c. Perawat Pelaksana, tugasnya :
Melaksanakan askep langsung pada pasien dengan askep sedang, pasein dalam masa pemulihan kesehatan dan pasein dengan penyakit kronik dan membantu tindakan sederhana (ADL).
d. Pembantu Perawat, tugasnya :
Membantu pasien dengan melaksanakan perawatan mandiri untuk mandi, menbenahi tempat tidur, dan membagikan alat tenun bersih.
e. Tenaga Admionistrasi ruangan, tugasnya :
Menjawab telpon, menyampaikan pesan, memberi informasi, mengerjakan pekerjaan administrasi ruangan, mencatat pasien masuk dan pulang, membuat duplikat rostertena ruangan, membuat permintaan lab untuk obat-obatan/persediaan yang diperlukan atas instruksi kepala ruangan.
·
Kerugian metode fungsional:
- Pasien mendapat banyak perawat.
- Kebutuhan pasien secara individu sering terabaikan
- Pelayanan pasien secara individu sering terabaikan.
- Pelayanan terputus-putus
- Pasien mendapat banyak perawat.
- Kebutuhan pasien secara individu sering terabaikan
- Pelayanan pasien secara individu sering terabaikan.
- Pelayanan terputus-putus
-
Kepuasan kerja keseluruhan sulit dicapai
Kelebihan dari metode fungsional :
- Sederhana
- Efisien.
- Sederhana
- Efisien.
Perawat terampil untuk tugas atau pekerjaan
tertentu.
Mudah memperoleh kepuasan kerja bagi perawat
setelah selesai tugas.
Kekurangan tenaga ahli dapat diganti dengan tenaga
yang kurang berpengalaman untuk satu tugas yang sederhana.
Memudahkan kepala ruangan untuk mengawasi staff
atau peserta didik yang praktek untuk ketrampilan tertentu.
v
Contoh metode fungsional
-Perawat A tugas menyutik, perawat B tugasnya mengukur suhu
badan klien.Seorang perawat dapat melakukan dua jenis tugas atau lebih untuk semua klien yang ada di unit tersebut. Kepala ruangan bertanggung jawab dalam pembagian tugas tersebut dan menerima laporan tentang semua klien serta menjawab semua pertanyaan tentang klien
2. Metode penugasan pasien/metode kasus
Yaitu pengorganisasian pelayanan atau asuhan keperawatan untuk satu atau beberapa klien oleh satu orang perawat pada saat bertugas atau jaga selama periode waktu tertentu sampai klien pulang. Kepala ruangan bertanggung jawab dalam pembagian tugas dan menerima semua laporan tentang pelayanan keperawatan klien. Dalam metode ini staf perawat ditugaskan oleh kepala ruangan untuk memberi asuhan langsung kepada pasien yang ditugaskan contohnya di ruang isolasi dan ICU.
Kekurangan metode kasus :
- Kemampuan tenga perawat pelaksana dan siswa perawat yang terbatas sehingga tidak mampu memberikan asuhan secara menyeluruh
- Membutuhkan banyak tenaga.
- Beban kerja tinggi terutama jika jumlah klien banyak sehingga tugas rutin yang sederhana terlewatkan.
- Pendelegasian perawatan klien hanya sebagian selama perawat penaggung jawab klien bertugas.
Kelebihan metode kasus:
- Kebutuhan pasien terpenuhi.
- Pasien merasa puas.
- Masalah pasien dapat dipahami oleh perawat.
- Kepuasan tugas secara keseluruhan dapat dicapai.
3. Metode penugasan tim
Yaitu pengorganisasian pelayanan keperawatan oleh sekelompok perawat. Kelompok ini dipimpin oleh perawat yang berijazah dan berpengalaman serta memiliki pengetahuan dalam bidangnya.
Pembagian tugas di dalam kelompok dilakukan oleh pemimpin kelompok, selain itu pemimpin kelompok bertanggung jawab dalam mengarahkan anggota tim.sebelum tugas dan menerima laporan kemajuan pelayanan keperawatan klien serta membantu anggota tim dalam menyelesaikan tugas apabila mengalami kesulitan. Selanjutnya pemimpin tim yang melaporkan kepada kepala ruangan tentang kemajuan pelayanan atau asuhan keperawatan klien.
Metode ini menggunkan tim yang terdiri dari anggota yang berbeda-beda dalam memberikan askep terhadap sekelompok pasien.
Ketenagaan dari tim ini terdiri dari :
- Ketua tim
- Pelakaana perawatan
- Pembantu perawatan
Adapun tujuan dari perawatan tim adalah : memberikan asuhan yang lebih baik dengan menggunakan tenaga yang tersedia.
Kelebihan metode tim:
- Saling memberi pengalaman antar sesama tim.
- Pasien dilayani secara komfrehesif
- Terciptanya kaderisasi kepemimpinan
- Tercipta kerja sama yang baik .
- Memberi kepuasan anggota tim dalam hubungan interpersonal
- Memungkinkan menyatukan anggota tim yang berbeda-beda dengan aman dan efektif.
Kekurangan metode tim:
-Tim yang satu tidak mengetahui mengenai pasien yang bukan menjadi tanggung jawabnya.
- Rapat tim memerlukan waktu sehingga pada situasi sibuk rapat tim ditiadakan atau trburu-buru sehingga dapat mengakibatkan kimunikasi dan koordinasi antar anggota tim terganggu sehingga kelanncaran tugas terhambat.
-Perawat yang belum terampil dan belum berpengalaman selalu tergantung atau berlindung kepada anggota tim yang mampu atau ketua tim.
- Akontabilitas dalam tim kabur.
4. Metode Perawatan Primer
Yaitu pemberian askep yang ditandai dengan keterikatan kuat dan terus menerus antara pasien dan perawat yang ditugaskan untuk merencanakan, melakukan dan mengkoordinasikan askep selama pasien dirawat.
Tugas perawat primer adalah :
- Menerima pasien
- Mengkaji kebutuhan
- Membuat tujuan, rencana, pelaksanaan dan evaluasi.
- Mengkoordinasi pelayanan
- Menerima dan menyesuaikan rencana
- menyiapkan penyuluhan pulang
Konsep dasar :
1. Ada tanggung jawab dan tanggung gugat
2. Ada otonomi
3. Ada keterlibatan pasien dan keluarganya
Ketenagaan :
1. Setiap perawat primer adalah perawat bed. side.
2. Beban kasus pasien maksimal 6 pasien untuk 1 perawat
3. Penugasan ditentukan oleh kepala bangsal.
4. Perawat profesional sebagai primer d.an perawat non profesional sebagai asisten.
Kepala bangsal :
1. Sebagai konsultan dan pengendali mtu perawat primer
2. Orientasi dan merencanaka karyawan baru.
3. Menyusun jadwal dinas
4. Memberi penugasan pada perawat asisten.
Kelebihan dari metode perawat primer:
- Mendorong kemandirian perawat.
- Ada keterikatan pasien dan perawat selama dirawat
- Berkomunikasi langsung dengan Dokter
- Perawatan adalah perawatan komfrehensif
- Model praktek keperawatan profesional dapat dilakukan atau diterapkan.
- Memberikan kepuasan kerja bagi perawat
- Memberikan kepuasan bagi klien dan keluarga menerima asuhan keperawatan.
Kelemahan dari metode perawat primer:
- Perlu kualitas dan
- kuantitas tenaga perawat,
- Hanya dapat dilakukan oleh perawat profesional.
- Biaya relatif lebih tinggi dibandingkan metode lain.
5. Metode Modul (Distrik)
Yaitu metode gabungan antara Metode penugasan tim dengan Metode perawatan primer. Metode ini menugaskan sekelompok perawat merawat pasien dari datang sampai pulang.
Keuntungan dan Kerugian
Sama dengan gabungan antara metode tim dan metode perawat primer.
Semua metode diatas dapat digunakan sesuai dengan situasi dan kondisi ruangan. Jumlah staf yang ada harus berimbang sesuai dengan yang telah dibahas pembicaraan yang sebelumnya.
C.
KELEBIHAN
DAN KEKURANGAN DARI MODEL PRAKTIK
KEPERAWATAN PROFESIONAL
Kelebihan model praktek keperawatan
professional :
a. Memungkinkan pelayanan keperawatan yang menyeluruh.
b. Mendukung pelaksanaan proses keperawatan.
c. Memungkinkan komunikasi antar tim sehingga konflik mudah
diatasi dan
memberikankepuasan
pada anggota tim
d. bila diimplementasikan di RS dapat meningkatkan mutu
asuhan keperawatan
e. ruang MPKP merupakan lahan praktek yang baik untuk proses
belajar
f. ruang rawat MPKP sangat menunjang program pendidikan
Nursing
Kekurangan model praktek keperawatan
professional :
a. Komunikasi antar anggota tim terutama dalam bentuk
konferensi tim, membutuhkan waktu
dimana sulit
melaksanakannya pada waktu-waktu sibuk.
b. Akuntabilitas pada tim.Konsep
c. beban kerja tinggi
d. pendelegasian tugas terbatas
e. kelanjutan keperawatan klien hanya sebagian selama
perawat penanggung jawab klien tugas
D.
KARATERISTIK
MPKP
1.
Penetapan jumlah tenaga keperawatan
2.
Penetapan jenis tenaga keperawatan
3.
Penetapan standar rencana asuhan
keperawatan
4.
Penggunaan metode modifikasi keperawatan
primer
E.
LANGKAH-LANGKAH
IMPLEMENTASI MPKP
Tahap
persiapan :
1. Pembentukan
team
Terdiri
dari coordinator departemen, kepala ruang rawat, perawat ruangan, ketua MPKP
2. Rancangan
penilaian mutu
Kelompok
kerja yang membuat rencana asuhan keperawatan yang meliputi kepuasan klien.
3. Presentasi
MPKP
Untuk
mendapatkan nilai dukungan dari semua yang terlibat pada saat presentasi.
4. Penetapan
tempat implementasi
Dalam
menentukan tempat implementasi perlu memperhatikan : mayoritas tenaga perawat
apakah ada staf baru.
5. Identifikasi
jumlah klien
Kelompok
klien terdiri dari 3 kriteria, yaitu : minimal, parsial, dan total)
6. Penetapan
tenaga keperawatan
7. Penetapan
jenis tenaga
a.
kepala ruang rawat
b.
clinical care manager
c.
perawat primer
d.
perawat asociate
8. Pengembangan
standar asuhan keperawatan
Bertujuan
untuk mengurangi waktu perawat untuk menulis, sehingga waktunya habis untuk melakukan
tindakan keperawatan
9. Penetapan
format dokumentasi keperawatan
10. Identifikasi
fasilitas
a. Badge
atau kartu nama tim
b. Papan
nama
c. Papan
MPKP
Tahap
pelaksanaan :
1.
Pelatihan MPKP
2.
Memberikan bimbingan kepada PP dalam
melakukan konferensi
3.
Memberi bimbingan kepada PP dalam
melakukan ronde PA
4.
Memberi bimbingan kepada PP dalam
memanfaatkan standar Renpra
5.
Member bimbingan kepada PP dalam membuat
kontrak dengan klien
6.
Member bimbingan dalam melakukan
presentasi dalam tim
7.
Memberikan bimbingan kepada CCM dalam
bimbingan PP dan PA
8.
Memberi bimbingan tentang dokumentasi
keperawatan
Tahap
evaluasi :
1. Memberikan
instrument evaluasi kepuasan klien / keluarga untuk setiap klien pulang
2. Mengevaluasi
kepatuhan perawat terhadap standar penilaian
3. Penilaian
infeksi nasokominal di ruang rawat
4. Penilaian
rata-rata lama hari rawat
Kamis, 29 Maret 2012
PENYAKIT PURU/PATEK/FRAMBOSIA
PENYAKIT PURU ATAU PATEK
A. Latar Belakang
Ada dua penyakit kulit yang perlu diwaspadai karena
sering diabaikan yaitu Kusta dan Frambusia. Kusta dan frambusia merupakan
penyakit kulit menular dan menahun yang mudah disembuhkan apabila ditemukan
secara dini. Bila ditemukan sedini mungkin dan diobati dengan baik maka dapat
mencegah penderita dari kecacatan tetap dan sembuh dalam waktu 6 bulan. Oleh
karena itu, peran serta masyarakat sangat penting dalam menemukan penderita dan
melaporkan ke Puskesmas untuk dilakukan pemeriksaan dan pengobatan.
Didunia, pada awal tahun 1950-an diperkirakan banyak
kasus frambusia terjadi di Afrika, Asia, Amerika Selatan dan Tengah serta
Kepulauan Pasifik, sebanyak 25 – 150 juta penderita. Setelah WHO memprakarsai
kampanye pemberantasan frambusia dalam kurun waktu tahun 1954 – 1963, para
peneliti menemukan terjadinya penurunan yang drastik dari jumlah penderita
penyakit ini. Namun kemudian kasus frambusia kembali muncul akibat kurangnya
fasilitas kesehatan public serta pengobatan yang tidak adekuat. Dewasa ini,
diperkirakan sebanyak 100 juta anak-anak beresiko terkena frambusia.
Masih adakah frambusia di Indonesia? Jawabannya masih ada, tersebar di daerah kantong-kantong kemiskinan. Pada tahun 1990, 21 provinsi dari 31 provinsi di Indonesia melaporkan adanya penderita frambusia. Ini tidak berarti bahwa provinsi yang tidak melaporkan adanya frambusia di wilayah mereka tidak ada frambusia, hal ini sangat tergantung pada kualitas kegiatan surveilans frambusia di provinsi tersebut.
Pada tahun 1997 hanya enam provinsi yang melaporkan adanya frambusia dan pada saat krisis di tahun 1998 dan 1999 tidak ada laporan sama sekali dari semua provinsi. Tahun 2000 sampai dengan tahun 2004, 8-11 provinsi setiap tahun melaporkan adanya frambusia. Pemerintah pada Pelita III (pertengahan pemerintahan Orde Baru) menetapkan bahwa frambusia sudah harus dapat dieliminasi dengan sistem TCPS (Treponematosis Control Project Simplified) dan “Crash Program Pemberantasan Penyakit Frambusia (CP3F)”. Namun, oleh karena metode, organisasi, manajemen pemberantasan yang kurang tepat dan pembiayaan yang kurang atau daerah tersebut selama ini tidak tersentuh oleh pemerataan pembangunan. Paling tepat kalau dikatakan bahwa masih adanya frambusia di suatu wilayah sebagai resultan dari upaya pemberantasan yang kurang memadai dan tidak tersentuhnya daerah tersebut dengan pembangunan sarana dan prasarana wilayah
Masih adakah frambusia di Indonesia? Jawabannya masih ada, tersebar di daerah kantong-kantong kemiskinan. Pada tahun 1990, 21 provinsi dari 31 provinsi di Indonesia melaporkan adanya penderita frambusia. Ini tidak berarti bahwa provinsi yang tidak melaporkan adanya frambusia di wilayah mereka tidak ada frambusia, hal ini sangat tergantung pada kualitas kegiatan surveilans frambusia di provinsi tersebut.
Pada tahun 1997 hanya enam provinsi yang melaporkan adanya frambusia dan pada saat krisis di tahun 1998 dan 1999 tidak ada laporan sama sekali dari semua provinsi. Tahun 2000 sampai dengan tahun 2004, 8-11 provinsi setiap tahun melaporkan adanya frambusia. Pemerintah pada Pelita III (pertengahan pemerintahan Orde Baru) menetapkan bahwa frambusia sudah harus dapat dieliminasi dengan sistem TCPS (Treponematosis Control Project Simplified) dan “Crash Program Pemberantasan Penyakit Frambusia (CP3F)”. Namun, oleh karena metode, organisasi, manajemen pemberantasan yang kurang tepat dan pembiayaan yang kurang atau daerah tersebut selama ini tidak tersentuh oleh pemerataan pembangunan. Paling tepat kalau dikatakan bahwa masih adanya frambusia di suatu wilayah sebagai resultan dari upaya pemberantasan yang kurang memadai dan tidak tersentuhnya daerah tersebut dengan pembangunan sarana dan prasarana wilayah
B. Sejarah Frambusia/Puru/Patek
Frambusia
merupakan penyakit infeksi kulit yang disebabkan oleh Treptonema pallidum
ssp.pertenue yang memiliki 3 stadium dalam proses manifestasi ulkus seperti
ulkus atau granuloma (mother yaw), lesi non-destruktif yang dini dan destruktif
atau adanya infeksi lanjut pada kulit, tulang dan perios. Penyakit ini adalah
penyakit kulit menular yang dapat berpindah dari orang sakit frambusia kepada
orang sehat dengan luka terbuka atau cedera/ trauma (Greenwood, 1994).
Penyakit
Frambusia (yaws) pertama kali ditemukan oleh Castellani, pada tahun 1905 yang
berasal dari bakteri besar (spirocheta) bentuk spiral dan motil dari famili
(spirochaetaceae) dari ordo spirochaetales yang terdiri dari 3 genus yang
phatogen pada manusia (treponema, borelia dan leptospira). Spirohaeta mempunyai
ciri yang sama dengan pallidum yaitu panjang, langsing”helically coiled”,
bentuk spiral seperti pembuka botol dan basil gram negatif. Treponema memiliki
kulit luar yang disebut glikosaminoglikan, di dalam kulit memiliki
peptidoglikan yang berperan mempertahankan integritas struktur organisme
(Jawetz, et al, 2005).
Genus
treponema terdiri dari Treponema pallidum subspesies pallidum yang menyebabkan
sifilis, Treponema pallidum subspecies perteneu yang menyebabkan frambusia
(yaws/puru/pian), treponema pallidum subspecies endemicum yang menyebabkan
sifilis (disebut bejel) dan treponema carateum yang menyebabkan pinta (Jawetz,
et al, 2005; Greenwood, et al 1994; Noordhoek, et al, 1990).
C.
Definisi dan Penyebab Penyakit Puru atau
Patek
Framboesia
atau Patek ( kamus kedokteran ). Penyakit framboesia atau patek adalah suatu
penyakit kronis, relaps (berulang). Dalam bahasa Inggris disebut Yaws, ada juga
yang menyebut Frambesia tropica dan dalam bahasa Jawa disebut Pathek. Di zaman
dulu penyakit ini amat populer karena penderitanya sangat mudah ditemukan di
kalangan penduduk. Di Jawa saking populernya telah masuk dalam khasanah bahasa
Jawa dengan istilah “ora Patheken”. Yaws, Frambosia, Patek
adalah penyakit langka karena infeksi pada daerah tropis yang biasanya
menyerang daerah kulit, tulang dan sendi manusia yang disebabkan oleh bakteri
spirochete Treponema pallidum pertenue. Penyakit lain yang disebabkan oleh
Treponemal yaitu: bejel (Treponema pallidum endemicum), pinta (Treponema
pallidum carateum), dan sifilis (Treponema pallidum pallidum).
Patek dapat ditemukan di daerah tropis lembab basah seperti di Amerika Selatan,
Afrika, Asia dan Oseania. Kampanye pengobatan massal pada tahun 1950 di seluruh
dunia mengurangi prevalensi dari 50-100 juta penderita menjadi kurang dari 2
juta, namun selama tahun 1970-an terjadi wabah di Asia Tenggara dan telah ada
kasus-kasus sporadis berlanjut di Amerika Selatan. Tidak jelas berapa banyak
orang di seluruh dunia terinfeksi saat ini.
1.1 Infeksi
Yaws tahap awal
Penyakit ini ditularkan
melalui kontak kulit-ke-kulit, dengan infeksi lesi (luka) bakteri masuk ke
tubuh melalui iritasi (yang sudah ada seblumnya) pada kulit, gigitan dan
cakaran. Dalam waktu sembilan puluh hari (tetapi biasanya kurang dari satu
bulan) dari infeksi yang tidak menyakitkan tapi khas, ‘ibu yaws’ muncul.
Ini merupakan nodul (bintil) menyakitkan yang membesar dan kemudian
menjadi berkutil. Kadang-kadang, anakannya (bintil) pun bermunculan
secara bersamaan.
Tahap utama ini terjadi dalam waktu enam
bulan. Tahap kedua terjadi dalam hitungan bulan sampai bertahun-tahun kemudian,
dan ditandai dengan munculnya lesi-lesi di kulit yang meluas areanya di tubuh
manusia, termasuk ‘kepiting patek’ di telapak tangan dan kaki dengan
desquamation (pengelupasan lapisan luar kulit). Lesi sekunder ini sering
memborok. Dan kemudian menjadi sangat berinfeksi, tapi sembuh setelah enam
bulan kemudian atau lebih. Sekitar sepuluh persen orang kemudian terus
mengembangkan penyakit tersier dalam lima sampai sepuluh tahun (sebelum lesi
tersier, lesi sekunder dapat datang dan pergi). Lesi tersier dicirikan oleh
kerusakan yang luas pada tulang, sendi-sendi dan jaringan lunak, yang dapat
meliputi penghancuran luas pada tulang dan tulang rawan hidung
(rhinopharyngitis mutilans atau ‘gangosa’).
D. Cara Penularan Penyakit Puru atau Patek
Penularan
penyakit frambusia dapat terjadi secara langsung maupun tidak langsung
(Depkes,2005), yaitu :
1) Penularan secara langsung (direct contact)
Penularan penyakit frambusia banyak
terjadi secara langsung dari penderita ke orang lain. Hal ini dapat terjadi
jika jejas dengan gejala menular (mengandung Treponema pertenue) yang terdapat
pada kulit seorang penderita bersentuhan dengan kulit orang lain yang ada
lukanya. Penularan mungkin juga terjadi dalam persentuhan antara jejas dengan
gejala menular dengan selaput lendir.
2) Penularan secara tidak langsung (indirect contact)
. Penularan
secara tidak langsung mungkin dapat terjadi dengan perantaraan benda atau
serangga, tetapi hal ini sangat jarang. Dalam persentuhan antara jejas dengan
gejala menular dengan kulit (selaput lendir) yang luka, Treponema pertenue yang
terdapat pada jejas itu masuk ke dalam kulit melalui luka tersebut. Terjadinya
infeksi yang diakibatkan oleh masuknya Treponema partenue dapat mengalami 2
kemungkinan:
a) Infeksi effective.
a) Infeksi effective.
Infeksi
ini terjadi jika Treponema pertenue yang masuk ke dalam kulit berkembang biak,
menyebar di dalam tubuh dan menimbulkan gejala-gejala penyakit. Infeksi
effective dapat terjadi jika Treponema pertenue yang masuk ke dalam kulit cukup
virulen dan cukup banyaknya dan orang yang mendapat infeksi tidak kebal
terhadap penyakit frambusia.
b) Infeksi ineffective.
b) Infeksi ineffective.
Infeksi ini terjadi jika Treponema pertenue
yang masuk ke dalam kulit tidak dapat berkembang biak dan kemudian mati tanpa
dapat menimbulkan gejala-gejala penyakit. Infeksi effective dapat terjadi jika
Treponema pertenue yang masuk ke dalam kulit tidak cukup virulen dan tidak
cukup banyaknya dan orang yang mendapat infeksi mempunyai kekebalan terhadap
penyakit frambusia (Depkes, 2005). Penularan penyakit frambusia pada umumnya
terjadi secara langsung sedangkan penularan secara tidak langsung sangat jarang
terjadi (FKUI, 1988)
E. Epidomiologi
Frambusia terutama menyerang anak-anak yang
tinggal di daerah tropis di pedesaan yang panas, lembab, ditemukan pada
anak-anak umur antara 2–15 tahun lebih sering pada laki-laki. Prevalensi
frambusia secara global menurun drastis setelah dilakukan kampanye pengobatan
dengan penisilin secara masal pada tahun 1950-an dan 1960-an sehingga menekan
peningkatan kasus frambusia, namun kasus frambusia mulai ditemukan lagi di
sebagian besar daerah khatulistiwa Afrika Barat dengan penyebaran infeksi tetap
berfokus di daerah Amerika Latin, Kepulauan Karibia, India dan Thailand Asia
Tenggara dan Kepulauan Pasifik Selatan, Papua New Guinea, kasus frambusia
selalu berubah sesuai dengan perubahan iklim. Di daerah endemik frambusia
prevalensi infeksi meningkat selama musim hujan. Menurut WHO (2006) bahwa kasus
frambusia di Indonesia pada tahun 1949 meliputi NAD, Jambi, Bengkulu, Sumatera
Selatan, Jawa (Jawa Timur) dan sebagian besar Wilayah Timur Indonesia yang
meliputi Nusa Tenggara, Sulawesi, Maluku dan Papua.
Penurunan prevalensi Frambusia secara bermakna terjadi pada tahun 1985 sampai pada tahun 1995 dengan prevalensi rate frambusia turun secara dramatis dari 22,1 (2210 per 10.000 penduduk) menjadi kurang dari 1 per 10.000 penduduk di daerah kabupaten dan propinsi, strategi pencapaian target secara nasional Departemen Kesehatan yaitu jumlah frambusia kurang dari 0,1 kasus per 100.000 penduduk di Wilayah Jawa dan Sumatera, lebih dari 1 kasus per 100.000 penduduk di Wilayah Indonesia Timur (Papua, Maluku, NTT dan Sulawesi). Untuk menjangkau daerah-daerah kantong frambusia yang jumlahnya tersebar di beberapa Propinsi dan beberapa Kabupaten di Indonesia maka dilakukan survey daerah kantong frambusia yang dimulai tahun 2000. Propinsi yang masih mempunyai banyak kantong frambusia diprioritaskan untuk dilakukan sero survei, yaitu NAD, Jambi, Jawa Timur, Banten, Sulawesi Tenggara dan NTT. Hal ini di pengaruhi oleh 3 faktor yang penting, yaitu faktor host (manusia), agent (vector) dan environtment (lingkungan) termasuk di dalam faktor host yaitu pengetahuan, sikap dan perilaku perorangan. (Depkes, 2004).
Penurunan prevalensi Frambusia secara bermakna terjadi pada tahun 1985 sampai pada tahun 1995 dengan prevalensi rate frambusia turun secara dramatis dari 22,1 (2210 per 10.000 penduduk) menjadi kurang dari 1 per 10.000 penduduk di daerah kabupaten dan propinsi, strategi pencapaian target secara nasional Departemen Kesehatan yaitu jumlah frambusia kurang dari 0,1 kasus per 100.000 penduduk di Wilayah Jawa dan Sumatera, lebih dari 1 kasus per 100.000 penduduk di Wilayah Indonesia Timur (Papua, Maluku, NTT dan Sulawesi). Untuk menjangkau daerah-daerah kantong frambusia yang jumlahnya tersebar di beberapa Propinsi dan beberapa Kabupaten di Indonesia maka dilakukan survey daerah kantong frambusia yang dimulai tahun 2000. Propinsi yang masih mempunyai banyak kantong frambusia diprioritaskan untuk dilakukan sero survei, yaitu NAD, Jambi, Jawa Timur, Banten, Sulawesi Tenggara dan NTT. Hal ini di pengaruhi oleh 3 faktor yang penting, yaitu faktor host (manusia), agent (vector) dan environtment (lingkungan) termasuk di dalam faktor host yaitu pengetahuan, sikap dan perilaku perorangan. (Depkes, 2004).
1. Agent
Penyebab penyakit frambusia adalahTreponema pallidum,
subspesies pertenue dari spirochaeta. Framboesia berdasarkan karakteristik
Agen :
a. Infektivitas dibuktikan dengan kemampuan sang
Agen untuk berkembang biak di dalam jaringan penjamu.
b. Patogenesitas dibuktikan dengan perubahan
fisik tubuh yaitu terbentuknya benjolan-benjolan kecil di kulit yang tidak
sakit dengan permukaan basah tanpa nanah.
c. Virulensi penyakit ini bisa bersifat kronik
apabila tidak diobati, dan akan menyerang dan merusak kulit, otot serta
persendian sehingga menjadi cacat seumur hidup. Pada 10% kasus frambusia,
tanda-tanda stadium lanjut ditandai dengan lesi yang merusak susunan kulit yang
juga mengenai otot dan persendian.
d. Toksisitas yaitu dibuktikan dengan kemampuan
Agen untuk merusak jaringan kulit dalam tubuh penjamu.
e. Invasitas dibuktikan dengan dapat menularnya
penyakit antara penjamu yang satu dengan yang lainnya.
f. Antigenisitas yaitu sebelum menimbulkan
gejala awal Agen mampu merusak antibody yang ada di dalam sang penjamu.
2. Host
Manusia
dan mungkin Primata kelas tinggi. Sangat berpeluang tertular penyakit
ini. Ditemukan pada anak-anak umur antara 2–15 tahun lebih sering pada
laki-laki.
F. Pathogenesis
Noordhoek, et al, (1990) mengatakan bahwa
terdapat infeksi alamiah yang disebabkan oleh Treponema pallidum terhadap inang
(manusia) ditularkan melalui hubungan seksual dan infeksi lesi langsung pada
kulit atau membran selaput lendir pada genetalia. Pada 10–20 kasus lesi primer
merupakan intrarektal, perianal atau oral atau di seluruh anggota tubuh dan
dapat menembus membran selaput lendir atau masuk melalui jaringan epidermis
yang rusak.
Spirocheta secara lokal berkembang biak pada
daerah pintu masuk dan beberapa menyebar di dekat nodul getah bening mungkin
mencapai aliran darah. Dua hingga 10 minggu setelah infeksi, papul berkembang
di daerah infeksi dan memecah belah membentuk ulcer yang bersih dan keras
(chancre). Inflamasi ditandai dengan limfosit dan plasma sel yang membuat ruang
berupa maculapapular merah di seluruh tubuh, termasuk tangan, kaki dan papul
yang lembab, pucat (condylomas) di daerah anogenital, axila dan mulut.
(Djuanda, et al., 2007)
Lesi primer dan sekunder ini sangat infeksius
karena mengandung banyak spirocheta. Lesi yang infeksius mungkin akan kambuh dalam
waktu 3–5 tahun. Infeksi sifilis tetap subklinis dan pasien akan melewati tahap
primer dan sekunder tanpa gejala atau tanda-tanda berkembangnya lesi tersier.
Pada pasien dengan infeksi laten penyakit akan berkembang ketahap tersier
ditandai dengan perkembangan lesi granulommatous (gummas) pada kulit, tulang
dan hati; lesi cardiovaskuler (aortitis, aortic aneurysm, aortic value
insuffiency). lesi tertier treponema jarang ditemua dan respon jaringan yang
meningkat ditandai dengan adanya hypersensitivitas organisme. Treponema yang
menahum dan atau laten terkadang infeksi dimata atau sistem saraf pusat
(Noordhoek, et al, 1990; Bahmer, et al, 1990)
Pada subspecies perteneu infeksi terjadi
akibat adanya kontak berulang antar individu dalam waktu tertentu sehingga
memudahkan treponema untuk berkembang biak, infeksi bakteri treponema
ssp.parteneu berbentuk spirochetes tersebut ada dijaringan epidermis mudah
menular di jaringan kulit lecet atau trauma terbuka. Klasifikasi Frambusia
terdiri dari 4 (empat) tahap meliputi pertama (primary stage) berbentuk bekas
untuk berkembangnya bakteri frambusia; secondary stage terjadi lesi infeksi
bakteri treponema pada kulit; latent stage bakteri relaps atau gejala hampir
tidak ada; tertiary stage luka dijaringan kulit sampai tulang kelihatan,
(Smith, 2006 ; Greenwood, et al, 1994 ; Bahmer, et al 1990 ; Jawetz, et al.,
2005).
G. Gejala Klinis
Penyakit fambusia tidak menyerang jantung,
pembuluh darah, otak dan saraf dan tidak ada frambusia kongenital, namun daerah
endemis pada musim hujan penderita baru akan bertambah. Gejala klinis terdiri
atas 3 stadium pertama pada tungkai bawah sebagai tempat yang mudah trauma;
masa tunas berkisar antara 3-6 minggu. Kelainan papul yang eritematosa, menjadi
besar berupa ulkus dengan dasar papilomatosa. Jaringan granulasi banyak
mengeluarkan serum bercampur darah yang mengandung treponema. Serum mengering
menjadi krusta berwarna kuning-kehijauan, pembesaran kelenjar limfe regional
konsistensi keras dan tidak nyeri. Stadium satu dapat menetap beberapa bulan
kemudian sembuh sendiri dengan meninggalkan sikatriks yang cekung dan atrofik.
Stadium kedua; dapat timbul setelah stadium pertama sembuh atau sering terjadi
tumpang tindih antara stadium satu dan stadium dua (overlapping). (Djuanda, et
al., 2007).
Erupsi yang generalisata timbul pada 3 – 12
bulan setelah penyakit berlangsung. Kelainannya berkelompok, tempat predileksi
di sekeliling lubang badan, muka dan lipatan-lipatan tubuh. Papul-papul yang
milliar menjadi lentikular dapat tersusun korimbiform, arsinar atau numular.
Kelainan ini membasah, berkrusta dan banyak mengandung treponema. Pada telapak
kaki dapat terjadi keratoderma jalannya seperti kepiting karena nyeri tulang
ekstremitas atas dan bawah, spina ventosa pada jari anak-anak, polidaktilitis,
sinar rontgen tampak rarefaction pada korteks dan destruksi pada perios,
(Jawetz, et al., 2005).
Pada stadium lanjut sifatnya destruktif
menyerang kulit, tulang dan persendian meliputi nodus dan guma, keratoderma
pada telapak kaki dan tangan, gangosa dan goundou; menurut Djuanda, et al.,
(2007) pada fase lanjut ini beberapa istilah pada frambusia stadium lanjut :
nodus dapat melunak, pecah menjadi ulkus, dapat sembuh di tengah luka dan
meluas ke perifer; guma umumnya terdapat pada tungkai. Mulai dengan nodus yang
tidak nyeri, keras, dapat digerakan, kemudian melunak, memecah dan meninggalkan
ulkus yang curam (punched out), dapat mendalam sampai ke tulang atau sendi
mengakibatkan ankilosis dan deformitas; gangosa: mutilasi pada fosa nasalis,
palatum mole hingga membentuk sebuah lubang suaranya khas sengau; goundou :
eksositosis tulang hidung dan di sekitarnya, pada sebelah kanan–kiri batang
hidung yang membesar; bisa disertai demam; tulang : berupa periostitis dan
osteitis pada tibia, ulna, metatarsal dan metakarpal, tibia berbentuk seperti
pedang, kiste di tulang mengakibatkan fraktur spontan.
H. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Noordhoek, et al, (1990) diagnosa
dapat ditegakkan dengan pemeriksaan mikroskop lapangan gelap atau pemeriksaan
mikroskopik langsung FA (Flourescent Antibody) dari eksudat yang berasal dari
lesi primer atau sekunder. Test serologis nontrepanomal untuk sifilis misalnya
VDRL (venereal disease research laboratory), RPR (rapid plasma reagin) reaktif
pada stadium awal penyakit menjadi non reaktif setelah beberapa tahun kemudian,
walaupun tanpa terapi yang spesifik, dalam beberapa kasus penyakit ini
memberikan hasil yang terus reaktif pada titer rendah seumur hidup. Test
serologis trepanomal, misalnya FTA-ABS (fluorescent trepanomal antibody – absorbed),
MHA-TP (microhemag-glutination assay for antibody to t. pallidum) biasanya
tetap reaktif seumur hidup
I. Pengobatan
Menurut Departemen Kesehatan RI, (2004) dan
(2007) bahwa pilihan pengobatan utama adalah benzatin penicilin dengan dosis
yang sama, alternatif pengobatan dapat dilakukan dengan pemberian tetrasiklin,
doxicicline dan eritromisin. Anjuran pengobatan secara epidemiologi untuk
frambusia adalah sebagai berikut :
1)
Bila sero positif >50% atau prevalensi
penderita di suatu desa/ dusun >5% maka seluruh penduduk diberikan
pengobatan.
2)
Bila sero positif 10%-50% atau prevalensi
penderita di suatu desa 2%-5% maka penderita, kontak, dan seluruh usia 15 tahun
atau kurang diberikan pengobatan
3)
Bila sero positif kurang 10% atau prevalensi
penderita di suatu desa/ dusun < 2% maka penderita, kontak serumah dan
kontak erat diberikan pengobatan 4) Untuk anak sekolah setiap penemuan kasus
dilakukan pengobatan seluruh murid dalam kelas yang sama. Dosis dan cara
pengobatan sbb: Tabel 1. Dosis dan cara pengobatan frambusia Pilihan utama Umur
Nama obat Dosis Pemberian Lama pemberian < 10 thn Benz.penisilin 600.000 IU
IM Dosis Tunggal ≥ 10 tahun Benz.penisilin 1.200.000 IU IM Dosis Tunggal
Alternatif < 8 tahun Eritromisin 30mg/kgBB bagi 4 dosis Oral 15 hari 8-15
tahun Tetra atau erit. 250mg,4x1 hri Oral 15 hari >8 tahun Doxiciclin
2-5mg/kgBB bagi 4 dosis Oral 15 hari
Dewasa 100mg 2x1 hari Oral 15 hari
Keterangan : Tetrasiklin atau eritromisin diberikan kepada penderita frambusia yang alergi terhadap penicillin. Tetrasiklin tidak diberikan kepada ibu hamil, ibu menyusui atau anak dibawah umur 8 tahun
(Sumber: Pedoman Eradikasi Frambusia, Departemen Kesehatan RI, Dirjen Pengendalian dan Penyehatan Lingkungan, 2007).
Dewasa 100mg 2x1 hari Oral 15 hari
Keterangan : Tetrasiklin atau eritromisin diberikan kepada penderita frambusia yang alergi terhadap penicillin. Tetrasiklin tidak diberikan kepada ibu hamil, ibu menyusui atau anak dibawah umur 8 tahun
(Sumber: Pedoman Eradikasi Frambusia, Departemen Kesehatan RI, Dirjen Pengendalian dan Penyehatan Lingkungan, 2007).
J. Pencegahan
Walaupun penyebab infeksi sulit dibedakan dengan
teknik yang ada pada saat ini. Begitu pula perbedaan gejala-gejala klinis dari
penyakit tersebut sulit ditemukan. Dengan demikian membedakan penyakit
treponematosisi satu sama lainnya hanya didasarkan pada gambaran epidemiologis
dan faktor linkungan saja. Hal-hal yang diuraikan pada butir-butir berikut ini
dapat dipergunakan untuk manangani penyakit frambusia dan penyakit golongan
treponematosis non venereal lainnya.
a) Pencegahan tingkat pertama (Primary
Prevention)
Sasaran
pencegahan tingkat pertama dapat ditujukan pada factor penyebab, lingkungan
serta factor penjamu.
1) Sasaran yang ditujukan pada faktor penyebab
yang bertujuan untuk mengurangi penyebab atau menurunkan pengaruh penyebab
serendah mungkin dengan usaha antara lain : desinfeksi, pasteurisasi,
sterilisasi, yang bertujuan untuk menghilangkan mikro-organisme penyebab
penyakit, penyemprotan/insektisida dalam rangka menurunkan dan menghilangkan
sumebr penularan maupun memutuskan rantai penularan, disamping karantina dan
isolasi yang juga dalam rangka memutuskan rantai penularan. Selain itu usaha
untuk mengurangi atau menghilangkan sumber penularan dapat dilakukan melalui
pengobatan penderita serta pemusnahan sumber yang ada, serta mengurangi atau
menghindari perilaku yang dapat meningkatkan resiko perorangan dan masyarakat.
2) Mengatasi atau modifikasi lingkungan melalui
perbaikan lingkungan fisik seperti peningkatan air bersih, sanitasi lingkungan
dan perumahan serta bentuk pemukiman lainnya, perbaikan dan peningkatan lingkungan
biologis seperti pemberantasan serangga dan binatang pengerat, serta
peningkatan lingkungan sosial seperti kepadatan rumah tangga, hubungan antar
individu dan kehidupan sosial masayarakat.
3) Meningkatkan daya tahan pejamu yang meliputi
perbaikan status gizi, status kesehatan umum dan kualitas hidup penduduk,
pemberian imunisasi serta berbagai bentuk pencegahan khusus lainnya,
peningkatan status psikologis, persiapan perkawinan serta usaha menghindari
pengaruh factor keturunan, dan peningkatan ketahanan fisik melalui peningkatan
kualitas gizi, serta olahraga kesehatan.
b) Pencegahan tingkat kedua (Secondary
Prevention)
Sasaran pencegahan ini terutama ditujukan kepada
mereka yang menderita atau dianggap menderita (suspect) atau yang terancam akan
menderita (masa tunas). Adapun tujuan usaha pencegahan tingkat kedua ini yang
meliputi diagnosis dini dan pengobatan yang tepat agar dapat dicegah meluasnya
penyakit atau untuk mencegah timbulnya wabah, serta untuk segera mencegah
proses penyakit untuk lebih lanjut serta mencegah terjadinya akibat samping
atau komplikasi.
1) Pencarian penderita secara dini dan aktif
melalui peningkatan usaha surveillance penyakit tertentu, pemeriksaan berjala
serta pemeriksaan kelompok tertentu ( calon pegawai, ABRI, Mahasiswa, dan lain
sebagainya), penyaringan (screening) untuk penyakit tertentu secara umum dalam
masyarakat, serta pengobatan dan perawatan yang efektif.
2) Pemberian chemoprophylaxis yang terutama bagi
mereka yang dicurigai berada pada proses prepatogenesis Framboesia.
c) Pencegahan tingkat ketiga (Tertiary
Prevention)
Sasaran pencegahan tingkat ketiga adalah penderita
penyakit Framboesia dengan tujuan mencegah jangan sampai cacat atau kelainan
permanen, mencegah bertambah parahnya penyakit tersebut atau mencegah kematian
akibat penyakit tersebut. Berbagai usaha dalam mencegah proses penyakit lebih
lanjut agar jangan terjadi komplikasi dan lain sebagainya.
Pada tingkat ini juga dilakukan usaha rehabilitasi
untuk mencegah terjadinya akibat samping dari penyembuhan penyakit Framboesia.
Rehabilitasi adalah usaha pengembalian funsi fisik, psikologis, sosial
seoptimal mungkin yang meliputi rehabilitasi fisik atau medis, rehabilitasi
mental atau psikologis serta rehabilitasi sosial.
K.
Pengawasan Penderita, Kontak dan Lingkungan
Masyarakat (tahap Patogenesis).
1. Laporan kepada instansi kesehatan yang
berwenang: Di daerah endemis tertentu dibeberapa negara tidak sebagai penyakit
yang harus dilaporkan, kelas 3B (lihat laporan tentang penularan penyakit)
membedakan treponematosis venereal & non venereal dengan memberikan laporan
yang tepat untuk setiap jenis, adalah hal yang penting untuk dilakukkan dalam
upaya evaluasi terhadap kampanye pemberantasan di masyarakat dan penting untuk
konsolidasi penanggulangan pada periode selanjutnya.
2.
Isolasi: Tidak perlu; hindari kontak dengan
luka dan hindari kontaminasi lingkungan sampai luka sembuh.
3.
Disinfeksi serentak: bersihkan barang-barang yang terkontaminasi dengan
discharge dan buanglah discharge sesuai dengan prosedur.
3.
Karantina: Tidak perlu.
4.
Imunisasi terhadap kontak: Tidak perlu.
5.
Investigasi terhadap kontak dan sumber infeksi: Seluruh orang yang kontak
dengan penderita harus diberikan pengobatan, bagi yang tidak memperlihatkan
gejala aktif diperlakukan sebagai penderita laten. Pada daerah dengan
prevalensi rendah, obati semua penderita dengan gejala aktif dan semua
anak-anak serta setiap orang yang kontak dengan sumber infeksi.
6.
Pengobatan spesifik: Penisilin, untuk penderita 10 tahun ke atas dengan gejala
aktif dan terhadap kontak, diberikan injeksi dosis tunggal benzathine penicillin
G (Bicillin) 1,2 juta unit IM; 0,6 juta unit untuk penderita usia dibawah 10
tahun.
Upaya Penanggulan Wabah
(Tahap Pasca Patogenesis)
Dengan melakukan program pengobatan aktif untuk masyarakat di daerah dengan prevalensi tinggi. Tujuan utama dari program ini adalah:
a) Pemeriksaan terhadap sebagian besar penduduk
dengan survei lapangan.
b) Pengobatan terhadap kasus aktif yang
diperluas pada keluarga dan kelompok
masyarakat sekitarnya berdasarkan bukti adanya
prevalensi frambusia aktif.
c) Melakukan survei berkala dengan tenggang
waktu antara 1 – 3 tahun sebagai bagian
integral dari pelayanan kesehatan
masyarakat pedesaan disuatu negara.
Implikasi bencana: Tidak pernah terjadi penularan pada situasi bencana
tetapi potensi
ini tetap ada pada kelompok pengungsi didaerah endemis tanpa fasilitas sanitasi yang
memadai.
ini tetap ada pada kelompok pengungsi didaerah endemis tanpa fasilitas sanitasi yang
memadai.
Tindakan Internasional:
Untuk
melindungi suatu negara dari risiko timbulnya
reinfeksi yang sedang melakukan program pengobatan massal aktif untuk masyarakat,
maka negara tetangga di dekat daerah endemis harus melakukan penelitian untuk
menemukan cara penanganan yang cocok untuk penyakit frambusia. Terhadap
penderita yang pindah melewati perbatasan negara, perlu dilakukan pengawasan manfaatkan pusat kerjasama WHO.
reinfeksi yang sedang melakukan program pengobatan massal aktif untuk masyarakat,
maka negara tetangga di dekat daerah endemis harus melakukan penelitian untuk
menemukan cara penanganan yang cocok untuk penyakit frambusia. Terhadap
penderita yang pindah melewati perbatasan negara, perlu dilakukan pengawasan manfaatkan pusat kerjasama WHO.
L.
Program Pemberantasan
Strategi
Pemberantasan framboesia terdiri dari 4 hal pokok yaitu:
1.
Skrining terhadap
anak sekolah dan masyarakat usia di bawah 15 tahun untuk menemukan
penderita.
2. Memberikan pengobatan yang akurat kepada
penderita di unit pelayanan kesehatan (UPK)
dan
dilakukan pencarian kontak.
3. Penyuluhan kepada masyarakat tentang perilaku
hidup bersih dan sehat (PHBS).
4. Perbaikan kebersihan perorangan melalui
penyediaan sarana dan prasarana air bersih serta
penyediaan
sabun untuk mandi.
5. Pengobatan framboesia dilakukan dengan
memberikan antibiotika. Antibiotika golongan
penicillin merupakan obat pilihan
pertama. Bila penderita alergi terhadap penicillin, dapat
diberikan antibiotika tetrasiklin,
eritromisin atau doksisiklin
DAFTAR
PUSTAKA
Kipas, Pisang. 2010. Yaws, Frambosia, patek. 2010. Tersedia : (http://pisangkipas.wordpress.com/2010/03/21/yaws-frambosia-patek/)
(17 Maret 2012)
Solution, Heroes. 2010. Penyakit Frambusia/Patek/Yaws. Tersedia : (http://herodessolutiontheogeu.blogspot.com/2010/11/penyakit-frambusia-patek-yaws.html)
(17 Maret 2011)
Syahreza, Lissa.
2011. Frambosia. Tersedia : (http://lissasyahreza.blogspot.com/2011/03/frambusia-latar-belakang-ada-dua.html)
(17 Maret 2012)
Langganan:
Postingan (Atom)